Thumbnail

Refleksi Ber-PMII : Menjadi Insan Ulil Albab Dalam Gerakan Mahasiswa

Ber-PMII bukan sekadar memilih sebuah organisasi mahasiswa, melainkan sebuah pilihan hidup yang mengandung tanggung jawab sosial, intelektual, moral, dan spiritual. PMII hadir sebagai wadah kaderisasi mahasiswa yang tidak hanya mengembangkan ilmu, tetapi juga mengamalkannya demi perubahan sosial yang nyata. Sebagai mahasiswa dan kader PMII, kita harus keluar dari zona nyaman, terus mengasah softskill, memperbanyak membaca, berdiskusi, menulis, dan menginisiasi gerakan perubahan yang inovatif. Nilai-nilai dasar PMII yang harus menjadi landasan setiap kader adalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sesama manusia, dan alam semesta. Ini tercermin dalam trilogi PMII: Tri Motto (Dzikir, Fikir, dan Amal Shalih), Tri Khidmat (Taqwa, Intelektualitas, dan Profesionalitas), dan Tri Komitmen (Kebenaran, Kejujuran, dan Keadilan). Puncak ber-PMII adalah menjadi insan ulul albab, yaitu insan yang berakal budi dan mampu menyangsikan ilmu demi kemajuan bersama. Dalam praktiknya, gerakan PMII menghadapi tantangan besar, terutama di lingkungan kampus. Banyak kader yang terjebak dalam zona nyaman, tidak berani mengambil risiko, bahkan ada yang mengorbankan idealisme demi kepentingan pribadi. Kepemimpinan PMII seringkali kurang visioner, kurang kreatif dalam mengatasi kebuntuan gerakan, dan cenderung reaksioner dalam menanggapi isu-isu. Selain itu, rutinitas seremonial yang membatu dan kurangnya transparansi koordinasi menjadi hambatan kemajuan organisasi. Namun, PMII harus mampu membangun basis intelektual yang kuat dan mengembangkan gerakan yang relevan dengan konteks sosial yang berkembang. Kader PMII harus keluar dari zona nyaman, mematangkan diri lewat kolaborasi dengan berbagai elemen seperti LSM, media, dan institusi pemerintahan, serta fokus pada pengembangan skill yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman. Pengkaderan di PMII menjadi kunci keberlanjutan gerakan. Rasa memiliki (sense of belonging) harus ditanamkan melalui internalisasi nilai-nilai dasar PMII dan pemahaman tujuan organisasi. Problem dana bukanlah kendala utama jika tujuan PMII sudah jelas dalam jiwa kader. Kreativitas dalam pengemasan kegiatan dan peningkatan kualitas kepemimpinan sangat diperlukan agar kader dapat berkontribusi optimal dan tidak merasa terasing dari organisasi. PMII sebagai organisasi berbasis kultural pesantren harus mampu melakukan refleksi kritis terhadap kondisi sosial-politik. Gerakan PMII perlu mengadopsi paradigma kritis yang membongkar ideologi yang membelenggu dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Strategi gerakan PMII meliputi evolusi, akulturasi, dan transformasi, yang bertujuan menciptakan masyarakat madani yang terbuka, egaliter, dan partisipatif. Gerakan kritis PMII harus berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan memperjuangkan keadilan sosial serta pemerataan ekonomi sesuai ajaran Islam. PMII harus menjadi pembaharu yang mampu menghadirkan dialog antar tradisi dan menjalin kerja sama dengan kelompok strategis lain untuk membangun gerakan kolektif yang kuat. Ber-PMII bukan sekadar kebanggaan simbolik, melainkan sebuah panggilan jiwa yang mengandung tanggung jawab besar sebagai kader yang berintegritas dan berkontribusi nyata bagi bangsa dan umat. Sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar PMII, tujuan utama organisasi ini adalah membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Refleksi ini mengajak setiap kader untuk tidak hanya memahami tujuan tersebut secara tekstual, melainkan menghayati dan mengimplementasikannya dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan ber-PMII sangat erat kaitannya dengan rakyat, karena PMII ditakdirkan untuk mengawal, menjaga, dan melindungi kedaulatan serta kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kader PMII harus keluar dari zona nyaman dan menyadari tanggung jawab intelektual, moral, dan sosial yang melekat pada dirinya. Fungsi PMII sebagai agen perubahan dan kontrol sosial menuntut kader untuk aktif mengawal aspirasi rakyat dan memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Dalam menghadapi tantangan zaman, PMII juga harus mampu bertransformasi. Transformasi ini mencakup aspek digitalisasi organisasi, inovasi dalam metode kaderisasi, dan peningkatan produktivitas kader. Misalnya, peluncuran platform digital E-PMII sebagai media informasi dan literasi keilmuan menunjukkan upaya PMII untuk menjadi organisasi yang tidak hanya relevan di tingkat nasional, tetapi juga global. Transformasi ini harus diikuti oleh penguatan kemampuan berpikir kritis, moderasi dalam berfikir, dan orientasi pada karya nyata yang memberikan manfaat bagi masyarakat Ber-PMII bukan sekadar menjadi anggota sebuah organisasi mahasiswa biasa, melainkan sebuah komitmen hidup yang mengajarkan banyak nilai fundamental dalam kehidupan berbangsa dan beragama. PMII telah menjadi ruang kaderisasi yang membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Refleksi ber-PMII mengajak setiap kader untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut secara mendalam, bukan hanya sebagai simbol atau identitas semata. Salah satu pelajaran utama dari ber-PMII adalah pentingnya hidup bersama (living together) dengan kesederhanaan, kejujuran, keuletan, disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini menjadi pondasi yang membentuk karakter aktivis PMII yang mampu hidup dan berjuang di tengah masyarakat tanpa terjebak dalam pragmatisme, hedonisme, atau oportunisme. Idealisme dalam PMII adalah api yang tak pernah padam, meskipun sering menghadapi tantangan dan benturan dalam mempertahankan prinsip perjuangan. Ber-PMII juga menempatkan Al-Qur’an sebagai kitab pergerakan yang mengajarkan tiga gerak utama: dzikir, fikir, dan amal sholeh. Dzikir adalah ikhtiar sungguh-sungguh mengalihkan perhatian kepada Tuhan dan akhirat, menjadi landasan spiritual yang mengikat setiap pemikiran dan tindakan kader PMII. Berpikir (fikir) dalam PMII harus kritis, tajam, dan memberikan manfaat, namun tidak boleh menjauhkan diri dari Tuhan. Puncaknya adalah amal sholeh, yaitu realisasi nyata dari pemikiran yang dibarengi keimanan, berupa aksi nyata membela yang tertindas dan memberikan manfaat bagi masyarakat3. Ketiga gerak ini menjadi ciri khas dan pembeda PMII dari organisasi lain. Menjadi kader PMII berarti memikul tanggung jawab intelektual, moral, dan sosial yang besar. PMII menuntut kadernya untuk keluar dari zona nyaman, aktif dalam diskusi, kajian, dan aksi nyata yang mengawal aspirasi rakyat serta menjaga kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Kader PMII harus memiliki jiwa ulul albab, yaitu haus akan ilmu, berpikir dialektis, kritis, dan bertindak transformatif, sehingga mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan membawa perubahan positif di Masyarakat. Dalam perjalanan sejarahnya, PMII pernah mengalami dinamika penting, termasuk memisahkan diri dari NU secara struktural untuk menjaga independensi organisasi agar tidak menjadi alat politik partai. Refleksi ber-PMII juga menuntut pemahaman akan tiga pola khittah: kembali ke NU secara struktural, menjaga independensi sebagai organisasi kader, dan memperkuat fungsi kaderisasi intelektual. Pilihan-pilihan ini mencerminkan usaha PMII untuk tetap relevan dan berpegang pada prinsip-prinsip dasar dalam menghadapi perubahan zaman. BerPMII adalah perjalanan panjang yang menuntut kesadaran, keberanian, dan perjuangan nyata. PMII bukan hanya organisasi, tetapi ruang pengembangan diri sebagai agen perubahan yang bertanggung jawab secara sosial, intelektual, dan moral. Refleksi ber-PMII mengingatkan kita untuk terus memperbaiki diri, mengasah kepemimpinan, dan melaksanakan gerakan yang transformatif sesuai dengan nilai-nilai luhur PMII. Dengan demikian, PMII akan terus menjadi wadah kader yang siap menghadapi tantangan zaman dan berkontribusi bagi masa depan bangsa. Ber-PMII bukan sekadar menjadi anggota organisasi mahasiswa, melainkan sebuah proses pendewasaan diri yang menuntut konsistensi, komitmen, dan produktivitas kader dalam menjalankan nilai-nilai organisasi. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) adalah wadah kaderisasi yang bertujuan mencetak generasi muda yang matang secara intelektual, spiritual, dan sosial, serta mampu berkontribusi nyata bagi masyarakat dan bangsa. Salah satu inti dari ber-PMII adalah proses kaderisasi yang bertahap, mulai dari Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pendidikan Kader Dasar (PKD), hingga Pendidikan Kader Lanjutan (PKL). Proses ini bukan hanya soal pengisian kuantitas anggota, tetapi lebih pada kualitas pendewasaan pemikiran dan sikap kader. Dewasa dalam konteks PMII adalah kematangan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan yang penuh pertimbangan, bukan sekadar usia. Dalam pengalaman kader, proses kaderisasi sering menghadapi tantangan seperti rekrutmen yang terkadang terlalu berfokus pada kuantitas tanpa memperhatikan kualitas. Namun, doktrin “Mari ber-PMII” yang ada dalam organisasi ini dapat dipandang sebagai bentuk pembinaan ideologis yang sah selama tidak melanggar AD/ART dan konstitusi organisasi. Konsistensi dalam menjalankan konsep kaderisasi sangat penting agar proses pendewasaan berjalan berkesinambungan dan efektif. Ber-PMII juga berarti keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi yang menuntut kader untuk mengasah kemampuan organisasi, kepemimpinan, dan intelektualitas. Melalui pengalaman berorganisasi, kader belajar mengelola dinamika sosial, membangun jaringan, dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat. Organisasi ini juga menjadi ruang untuk mengembangkan wawasan keagamaan yang moderat sesuai dengan nilai Ahlussunah wal Jamaah yang dianut PMII. Refleksi dari narasi kader PMII menunjukkan bahwa ber-PMII adalah proses yang membentuk karakter dan sikap kritis, sekaligus membangun solidaritas kolektif. Kader PMII diharapkan tidak hanya aktif secara organisasi, tetapi juga produktif dalam menghasilkan karya dan inovasi yang bermanfaat bagi daerah dan bangsa. Tantangan terbesar dalam berPMII adalah menjaga keseimbangan antara idealisme dan realitas, antara kuantitas dan kualitas kader, serta antara tradisi dan modernitas. Organisasi harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk pemanfaatan teknologi digital untuk pengelolaan kader dan pengembangan proyek-proyek produktif. Harapan ke depan adalah PMII dapat terus menjadi organisasi yang relevan dan berperan strategis dalam mencetak kader yang berwawasan luas, berintegritas, dan mampu menjawab tantangan bangsa. Refleksi ini menegaskan pentingnya gerakan PMII sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian yang tidak hanya membentuk individu, tetapi juga membangun peradaban yang berkelanjutan Ber-PMII bukan sekadar bergabung dalam sebuah organisasi mahasiswa, melainkan sebuah proses pendewasaan pemikiran dan penguatan karakter yang berkelanjutan. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sebagai organisasi yang berlandaskan Islam Ahlussunah wal Jamaah dan semangat kebangsaan, menuntut kadernya untuk tidak hanya aktif secara organisasi, tetapi juga mampu berkontribusi secara nyata dalam kehidupan sosial, intelektual, dan spiritual. Salah satu inti dari ber-PMII adalah proses kaderisasi yang sistematis dan berjenjang, mulai dari Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pendidikan Kader Dasar (PKD), hingga Pendidikan Kader Lanjutan (PKL). Proses ini bertujuan mendewasakan pemikiran kader sehingga mereka mampu mengambil keputusan secara matang dan penuh pertimbangan, bukan hanya berdasarkan usia atau kuantitas anggota semata. Konsistensi dalam menjalankan proses kaderisasi menjadi kunci agar tujuan organisasi tercapai dan kader yang dihasilkan berkualitas. Pengalaman pribadi banyak kader PMII menunjukkan bahwa organisasi ini mampu membentuk cara berpikir yang kritis dan terbuka terhadap berbagai persoalan sosial, politik, dan keagamaan. PMII mengajarkan kader untuk tidak hanya memahami ilmu secara tekstual, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata demi kemajuan masyarakat dan bangsa. Solidaritas dan kebersamaan dalam PMII juga menjadi modal penting dalam menghadapi tantangan zaman. Memasuki usia lebih dari 60 tahun, PMII menghadapi tantangan besar berupa perkembangan teknologi, perubahan sosial, dan kompleksitas politik yang semakin dinamis. Kader PMII dituntut untuk adaptif, produktif, dan inovatif dalam menyikapi perubahan tersebut. Organisasi harus mampu menciptakan pola kaderisasi yang tidak hanya fokus pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia yang mampu mengawal aspirasi rakyat dan membangun peradaban bangsa. Penguatan karakter, pengembangan keterampilan, dan pemanfaatan teknologi digital menjadi hal penting agar PMII tetap relevan dan mampu mencetak kader yang unggul secara intelektual, spiritual, dan profesional. Dengan demikian, kader PMII dapat menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045. Ber-PMII adalah proses panjang yang menuntut kader untuk terus belajar, beradaptasi, dan berkontribusi secara nyata. Melalui kaderisasi yang konsisten dan pengalaman berorganisasi, PMII membentuk kader yang matang dalam pemikiran, kritis dalam sikap, dan produktif dalam karya. Refleksi ini mengajak setiap kader untuk terus menguatkan diri dan berperan aktif dalam membangun bangsa sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dianut PMII.